MOTTO

RUKUN DAMAI

OPTIMASLISASI PELAYANAN PUBLIK PADA KANTOR KEMENAG KABUPATEN KONAWE MELALUI SIMADU

INTELEKTUALITAS TANPA SILAYUKTI TANPA GUNA

INTELEKTUALITAS TANPA SILAYUKTI TANPA GUNA
Disaat pengetahuan hanya menjadi sebuah ajang untuk menunjukkan intelektualitas, kewibaan, kekuasaan, kebijaksanaan...yang berujung pada rusaknya moralitas dan kedamaian kehidupan....Saraswati dalam keheningan bertanya-tanya kepada Ia atau mereka yang seperti itu...?. Aparan ta prayojananika ring hurip, ring wibhawa, ring kaprajnan, apan wyartha ika kabeh, yan tan tan hana SILAYUKTI. (Sarasamuccaya 160)

WEBSITE UTAMA KANKEMENAG KABUPATEN KONAWE

WEBSITE UTAMA KANKEMENAG KABUPATEN KONAWE
Website Kantor Kementerian Agama Kabupaten dengan alamat : "www.simadu.info", adalah Website Utama sebagai Pusat Bank Data dan Informasi bagi seluruh satker di Lingkup KanKemenag Kab. Konawe. Sedangkan Website Satker Penyelenggara Bimas Hindu Kantor Kemenag Kab. Konawe adalah website jejaring yang terintegrasi dengan Website Utama KanKemenag Kab. Konawe. Klik gambar pada link ini untuk menuju ke Website Utama KanKemenag Kab. Konawe

Kamis, 12 September 2019

"Canang Genten Dalam Bentuk Tangkih" - Media Belajar Tattwa, Susila dan Acara Agama Hindu - Oleh : I Nengah Sumendra

Media Belajar Tattwa, Susila dan Acara Agama Hindu

“CANANG” 

Disusun oleh: I Nengah Sumendra

Om Swastyastu,
Semoga Pikiran untuk mencurahkan 
Tattwa, Susila dan Acara Hindu datang dari segala penjuru,

Saha-yajñāḥ prajāḥ sṛṣṭvā,
urovāca prajāpatiḥ,
anena prasaviṣyadhvam,
eṣa vo 'stv iṣṭa-kāma-dhuk
( Bhagavadgita, III.10)

Terjemahan:
Dahulu kala Prajapati (Tuhan) menciptakan manusia dengan yajna dan bersabda; dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk keinginanmu.


Sloka tersebut di atas, menjelaskan bahwa manusia diciptakan melalui yajna, maka untuk keberlangsungan hidup dan berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan yajna. Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan atau persembahan. Ciptaan material yang disediakan oleh Penguasa seluruh makhluk hidup (Tuhan) adalah sebagai kesempatan yang ditawarkan kepada umat manusia untuk pulang ke alam sunya -- kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua makhluk hidup dalam ciptaan meterial diikat oleh alam material karena mereka lupa akan hubungannya dengan Tuhan. Prinsip-prinsip Veda dimaksudkan untuk membantu umat manusia dalam usaha mengerti hubungan kekal tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita: vedais ca sarvair aham eva vedyah.



Patram puspam phalam toyam,
yo me bhaktya prayacchati,
tad aham bhaktya upahrtam,
asnami prayatatmanah.
( Bhagavadgita, IX.26)

Terjemahan:
(Siapapun yang dengan sujud bhakti kepadaKu mempersembahkan sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah, seteguk air, Aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci).


Sloka Bhagawad Gita ini begitu populer yang menjadi salah satu sumber Tattwa yang mengajarkan Umat Hindu dalam mencetuskan sraddha bhaktinya. Cara persembahan melalui matrial Yajna dalam wujud ritual yang “paling minim” namun tidak mengurangi arti Yajna itu sendiri, sepanjang dilakukan dengan niat yang tulus dan suci.

Umat Hindu sesuai dengan Ajaran Agama Hindu dianutnya, secara seimbang di kemas dalam Tiga Kerangka Dasar yaitu Tattwa, Susila dan Acara. Tiga Kerangka Dasar itu menjadi spirit yang menjiwai cetusan emosi kegamaan-nya yang disesuaikan dengan konsep Desa Kala dan Patra yang tetap dilandasi nilai-nilai Satyam, Sivam dan Sundaram.

Umat Hindu dalam bersadhana Acara Agama-nya pada kehidupan sehari-hari selalu menggunakan sarana-prasarana sebagai cetusan sraddha-bhakti-nya kepada Tuhan, salah satunya yaitu canang. Canang adalah salah satu bentuk sadhana Acara Hindu yang paling pokok dalam pelaksanaan upacara/upakara Agama Hindu. Canang sebagai salah satu sarana upacara/upakara dengan kwantitas Inti atau terkecil dikenal dengan istilah Nista, di mana salah satunya cukup dengan sarana upacara/upakara berupa canang.

Canang berasal dari suku kata ‘Ca’ yang artinya indah, sedangkan kata ‘Nang’ artinya tujuan. Dapat didefinisikan canang merupakan sarana untuk mencapai tujuan yaitu Kebenaran, Kejujuran, Kebajikan (Satyam), Kesucian, Kejernihan, Keheningan (Sivam), Kedamaian, Keharmonisan, Kesejahteraan dan keindahan (Sundharam) kehadapan Ida Sang Hyang widhi Wasa”

Dalam buku “Sembahyang Menurut Hindu” disebutkan kata canang berasal dari bahasa jawa kuno yang berarti sirih, untuk disuguhkan kepada tamu yang amat dihormati. Zaman dahulu sirih sangat bernilai tinggi dan sebagai lambang penghormatan. Setelah agama Hindu berkembang di Bali sirih menjadi unsur yang sangat penting dalam upacara/Upkara (Acara) Agama Hindu dan kegiatan-kegiatan lainnya yang terilhami oleh ajaran Agama Hindu. Canang adalah sirih itu sendiri, betapapun indahnya canang kalau tidak dilengkapi dengan porosan yang bahan dasarnya sirih, belumlah canang itu namanya.

Perlengkapan canang yaitu ceper atau daun pisang sebagai alas, di atasnya berturut-turut disusun perlengkapan yang lain seperti pelawa (daun-daunan), porosan yang terdiri dari sirih , kapur dan pinang lalu dijepit dengan sebuah janur, di atasnya diisi tangkih/kojong dari janur yang berbentuk bundar disebut urrassari, dapat juga ditambahkan dengan pandan arum yang diisi dengan wangi-wangian.

Dari unsur-unsur pokok canang sari itu maka akan terrlihat jelas arti dan makna canang , unsur pokoknya dan artinya adalah sebagai berikut:

a) Ceper/daun pisang sebagai alas dan tempat meletakkan unsur-unsur pembentuk canang.

b) Porosan, porosan terdiri dari pinang dan kapur (pamor) yang dibungkus dengan daun sirih. Lontar yadnya prakerti menyebutkan: pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti. Pinang melambangkan pemujaan kepada Dewa Brahma sebagai pencipta , sirih melambangkan pemujaan kepada Dewa Wisnu sebagai pemelihara dan kapur Melambangkan pemujaan Kepada Dewa Siwa sebagai pelebur. Jadi makna porosan yaitu memohon tuntunan dan kekuatan dari Tuhan yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Tri Murti agar dapat menciptakan sesuatu yang baik , memelihara sesuatu yang baik , dan melebur sesuatu yang yang negatif (Asubha Tri Kaya), untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan semakin baik.

c) Plawa atau daun-daunan. Dalam lontar yadnya prakerti disebutkan bahwa plawa merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci. Jadi dalam memuja tuhan harus dengan pikiran yang hening dan suci. Karena pikiran yang tumbuh menuju kesucian dan keheningan itulah yang dapat menangkal pengaruh buruk dari nafsu duniawi.

d) Bunga. Bunga merupakan lambang keiklasan. Memuja Tuhan harus dengan hati yang iklas dan suci dari hati yang terdalam. dalam hidup kita harus mampu mengiklaskan diri dari berbagai ikatan duniawi sebab cepat atau lambat dunia ini akan kita tinggalkan karena tidak ada yang kekal di dunia ini.

e) Jejaritan, reringgitan atau tetuwasan. Jejaritan merupakan lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran, Perkataan dan Tindakan (Tapa Yoga Tri Kaya Parisudha). Hidup ini banyak sekali godaan-godaan yang bersifat duniawi yang datang silih berganti yang menggoyahkan pikiran, perkataan dan tindakan suci kita untuk menuju kebaikan. Maka tetaplah menuju jalan suci yaitu jalan menuju kebenaran tuhan.

f) Urassari, Urassari berbentuk garis silang yang menyurpai tapak dara atau bentuk sederhana dari Swastika (Cakra Yajna - Perputaran alam yang seimbang). Urassari yang disusun dengan jejaritan akan membentuk lingkaran Padma Astadala yang merupakan lambang stana tuhan dengan delapan penjuru mata anginnya. Jadi sampian urassari merupakan lambang permohonan kepada Tuhan semoga dalam lingkungan hidup kita selaras dan seimbang.


Dalam penjelasan pada sumber yang lainnya, dijelaskan bahwa canang yang dialasi sebuah ceper adalah simbol Ardha Candra, sedangkan canang yang dialasi sebuah tamas kecil merupakan simbol Windhu. Di dalam ceper terdapat porosan silih asih yang memiliki makna welas asih dalam melaksanakan upakara. Selai porosan, di dalam ceper juga berisi jajan, tebu dan pisang yang merupakan simbol ‘Tedong Ongkara’ yang menjadi perwujudan kekuatan Utpeti, Stiti, dan Pralin. Di atas raka-raka tadi disusunkan sebuah sampian urasari yang merupakan simbol windhu, sedangkan ujungnya merupakan simbol nadha. Di atas sampian urasari disusun bunga dengan susunan sebagai berikut, bunga putih diletakkan di arah timur yang merupakan simbol Sang Hyang Iswara. Bunga Merah diletakakan di arah selatan yang merupakan simbol Dewa Brahma. Bunga Kuning diletakkan di arah barat yang merupakan simbol Dewa Mahadewa. Bunga biru atau hijau diletakkan di arah utara yang merupakan simbol Dewa Wisnu. Dan, yang terakhir adalah Kembang Rampai yang diletakkan di tengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata,” jelasnya.

Dengan demikian, canang mengandung makna sebagai permohonan umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi (berwujud Ongkara), bahwa umatnya memohon kekuatan agar Beliau bermanifestasi menjadi Ista Dewata. Canang juga dapat menjadi Nyasa guna menstanakan kekuatan Tuhan dengan Ista Dewata-Nya.

Canang sari terbentuk dari beberapa unsur seperti dijelaskan di atas dan dapat ditarik kesimpulan bahwa canang mengandung arti dan makna perjuangan hidup manusia dengan selalu memohon bantuan dan perlindungan tuhan, untuk menciptakan, memelihara, dan meniadakan. Semuanya demi suksesnya cita-cita hidup manusia yakni kebahagiaan.

Pemujaan hidup harus melalui usaha untuk menumbuhkan pikiran, perkataan dan tindakan yang jernih dan suci didasarkan atas sraddha bhakti, ketulus ikhlasan dalam beryajna kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada sesama manusia, dan kepada alam lingkungan. Bhagavadgita III,10 disebutkan tentang bagaimana Roda Cakra Yajna dalam semesta ini berputar karena Yajna. Prajapati (Tuhan) Praja (Manusia dan Mahluk lainnya), Kamandhuk (Alam Semesta) adalah Satu Kesatuan Semesta dalam Lingkaran Roda Cakra Yajna.

Begitu tingginya Tattwa, Susila dan Acara yang dimiliki oleh Nyasa (simbol) canang. Mencetuskannya dalam bentuk Upacara/Upakara/Banten yang indah. Melalui Canang adalah Umat Hindu berhubungan ketiga arah sesuai ajaran Tri Hita Karana, sebagai bahasa Agama Hindu dalam bentuk simbol (nyasa) yang dapat memberikan berbagai warna tentang arti dan makna hidup dalam kehidupan sehari-hari di dunia ini.

Berikut adalah Media Belajar Acara Agama Hindu;
1. “CANANG GENTEN (BENTUK NISTA)” - ( Berbentuk Tangkih Dari Daun Pisang )
Bahan dan Langkah dalam Pembuatan Canang Genten dari Daun Pisang, sebagai berikut :

a. Bahan-Bahan dan Cara Menata Canang Genten dari Daun Pisang:

a) Bahan
o Daun Pisang,
o Bunga Cacar Air,
o Bunga Kembang Seribu Ungu,
o Bunga Mitir,
o Bunga Kembang Rampe,
o Bunga dan Warna Boleh Menyesuaikan dengan kondisi tempatnya berada, kesucian, kebersihan dan kesegaran bunga tetap harus dijaga. Bila hendak di isi porosan silahkan.


b)  Cara Menatanya : Pertama-tama daun di sobek (dipisahkan) kemudian dibentuk Tangkih seperti gambar 1 sampai dengan 3, kemudian di isi bunga dan kembang rampai, seperti gambar 4, adalah bentuk Canang genten dari daun pisang yang sudah jadi.


b. Media Gambar Canang Genten Bentuk Nista dari Daun Pisang :




Bahasan tentang beberapa Media Belajar Agama Hindu yaitu Jenis Canang, ini berlanjut pada uraian berikutnya...


Daftar Pustaka : Kumpulan dari Beberapa Sumber, di antara-nya;
· Kitab Suci Bhagavadgita.
· Tim Penyusun.2017. “Gambar Sarana Persembahyangan”. Paramita - Surabaya.

Om Santih, Santih, Santih Om,
Unaaha-Konawe, 21 Mei 2018
Om Subhamastu – Dandavat Pranam- Om Guru Dewa Bhawa
Media Belajar Agama Hindu -Koleksi Pribadi - Mendrajyothi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar