TEOLOGI ( BRAHMAWIDYA ) :
UPAYA MANUSIA MEMAHAMI TUHAN MENURUT HINDU *)
Oleh : Bindu Konawe - INS *)
Tuhan… Tuhan… Tuhan…, begitulah
sejak awal, pertengahan dan sampai akhir putaran zaman nanti (maha yuga), pada dimensi rohani manusia
terus dalam pencarian makna tentang hakekat Tuhan. Namun kerapkali dijumpai
tidak sedikit dari manusia di muka bumi ini merancukan Tuhan dengan agama. Pernyataan
ini dikemukakan karena banyak hal buruk telah dilakukan oleh tidak sedikit
manusia atas nama agama dan atas nama Tuhan. Bahkan tanpa disadari Tuhan sesungguhnya
berada jauh melampaui semua hal ‘ini’
dan ‘itu’. Tuhan jauh melampaui intuisi
pikiran dan hati manusia, jauh melampaui imajinasi manusia, jauh melampaui daya
cipta karsa manusia, dan jauh pula melampaui kedigjayaan dan kesombongan manusia.
Walaupun telah banyak yang menyadari hal ini, tetapi masih banyak pula dijumpai
manusia atas nama Tuhan dan agama seakan-akan paling kenal dan dekat dengan
Tuhan. Masih dijumpai pula dalam berbagai penganut agama mengklaim bahwa nama
Tuhan yang paling tepat ada dalam bahasa agama mereka. Saling klaim-mengklaim
nama Tuhan semacam ini menunjukkan bahwa agama dijadikan barang dagangan dengan
kualitas yang paling No.1, padahal Tuhan Maha Sempurna tanpa harus dipromosikan
dengan kesempurnaan. Meyakini dan menerapkan ajaran agama adalah upaya untuk
mendekatkan diri dan memahami Tuhan. Bukan justru dijadikan ajang untuk
menjauhkan diri dan melakukan pengingkaran terhadap segala Maha Tuhan itu
sendiri. Mari
berlomba berbuat kebajikan (dharma) untuk kedamaian semesta.
Teologi didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari atau membahas tentang Tuhan. Jauh beberapa abad sebelum orang
mengenal istilah Teologi secara luas, dalam Hindu sudah mengenal ilmu yang
mempelajari tentang Tuhan, yang dalam bahasa Sanskerta ilmu itu disebut dengan Brahmavidya. Walaupun manusia telah
memiliki ilmu tentang Tuhan setinggi langit, hal itu bukan berarti manusia yang
menguasai ilmu tentang Tuhan tersebut sudah paham betul tentang Tuhan. Membahas
perihal Tuhan tidaklah mudah, dan tidak akan pernah selesai, sebab tidak
mungkin manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan mampu mengungkap secara tuntas
tentang Tuhan. Jika seandainya semua air laut bisa dijadikan tinta, dan semua
daun digunakan sebagai lembar-lembar untuk menulis, maka semua itu tidak cukup
untuk menuliskan perihal Kemahakuasaan Tuhan. Jika semua bahasa manusia, bahasa para binatang, dan
bahasa para tumbuhan serta bahasa alam digunakan untuk mendeskripsikan tentang
Tuhan juga tidak cukup. Tidak ada satu mahluk apapun yang dapat mengetahui hakikat
sesungguh-sungguhnya tentang Tuhan, karena dalam Upanisad Tuhan dinyatakan neti-neti yang artinya ‘Tuhan bukan ini atau itu’. Atau istilah lain dalam bahasa
Sanskerta disebutkan Tuhan bersifat acintya ‘tidak terpikirkan’. Ada
juga istilah lainnya lagi, bahwa Tuhan bersifat anadi-ananta ‘tidak memiliki
permulaan dan tidak memiliki akhir. Oleh sebab itu, Tuhan berada di luar
definisi, rumusan, dan di luar kategori. Tidak ada siapapun yang tahu termasuk
para dewa dan para maharsi juga tidak tahu tentang Tuhan. Beberapa kutipan sloka tentang Tuhan, sangat jelas
dinyatakan, sebagai berikut ;
Bhagavadgita X.2 :
‘na me viduh sura-ganah,
prabhavam na maharsayah,
aham adir hi devanam,
maharsinam ca sarvasah.
prabhavam na maharsayah,
aham adir hi devanam,
maharsinam ca sarvasah.
Terjemahannya.
Baik para dewa maupun maha rsi, tidak
mengenal asal mula-Ku, sebab dalam segala hal Aku adalah sumber para dewa dan
maharûi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang Tuhan yang disebut dengan Teologi
atau Brahmavidya hanyalah pengetahuan
yang kasar yang menyentuh hanya sebagian kecil dari seharusnya diketahui.
Walaupun Tuhan itu di luar dari
definisi dan batasan-batasan bahasa, namun untuk kepentingan manusia memuja
Tuhan, maka Tuhan melalui kitab suci memberikan peringatan akan ketidak mampuan
manusia memuja Tuhan yang tidak berwujud apa-apa atau abstrak sebagaimana
dinyatakan dalam Bhagavadgita XII.5 :
kleso ’dhikataras tesam,
avyaktasakta-cetasam,
avyakta hi gatir duhkham,
dehavadbhir avapyate.
avyaktasakta-cetasam,
avyakta hi gatir duhkham,
dehavadbhir avapyate.
Terjemahannya.
Bagi mereka yang pikirannya
dipusatkan kepada Yang Tak terwujud, kesulitannya lebih besar, karena
sesungguhnya jalan dari Yang Tak termanifestasikan sukar dicapai oleh orang
yang mempunyai badan jasmani.
Berdasarkan pada kebijaksanaan
inilah, maka teologi symbol (nyasa)
untuk menyimbolkan atau me-nyasa-kan
yang tidak berbentuk muncul, dan secara metodis pedagogis teologis hal ini
dibenarkan. Mencari Tuhan yang Transenden/Impersonal God (Nirguna Brahman) lebih sulit dari pada memuja Tuhan yang berwujud,
sebagai Roh segala sesuatu yang hidup termasuk manusia, Tuhan menyelimuti
seluruh partikel Atom Alam Semesta.
Bagaimana dapat memuja atau menyembah
yang tanpa wujud, yang tak terbedakan, penuh kebahagiaan dan tak termusnahkan,
yang melalui Tuhan dan oleh Tuhan dan pada Tuhan telah memenuhi segala
sesuatunya ini dan itu ?. Mencapai tujuan yang sama dengan jalan sraddha bhakti (pengabdian) pada Tuhan yang di-pribadi-kan/Imanensi atau berpribadi/Personal
God (Saguna Brahman), dengan
mengalihkan segala energi, pengetahuan, kehendak dan perasaan kepada Tuhan,
jauh lebih berkarakter dan rasional walaupun telah disadari bahwa Tuhan tidak
mampu dikarakterkan dan dirasionalkan oleh kecerdasan daya cipta, rasa dan
karsa serta oleh tutur agama apapun itu. Keyakinan dan kebijaksanaan ini sangat
jelas dinyatakan dalam sloka berikut,
Bhagavadgita X.3 :
yo mam ajam anadim ca
vetti loka-maheshvaram
asammudhah sa martyesu
sarva-papaih pramucyate
vetti loka-maheshvaram
asammudhah sa martyesu
sarva-papaih pramucyate
Terjemahannya.
Dia yang mengetahui Aku tak
terlahirkan, tanpa permulaan, penguasa perkasa seluruh dunia - diantara
manusia, ia tak terbingungkan dan terhindar dari segala dosa’.
Bhagavadgita XI.47 :
maya prasannena tavarjunedam
rupam param darshitam atma-yogat
tejo-mayam vishvam anantam adyam
yan me tvad anyena na drsta-purvam
rupam param darshitam atma-yogat
tejo-mayam vishvam anantam adyam
yan me tvad anyena na drsta-purvam
Terjemahannya.
Dengan berkah-Ku, telah
Aku-perlihatkan kepadamu melalui kekuatan yoga-Ku, wahai Arjuna, Wujud
Utama-Ku, yang cemerlang, universal, tak terbatas, paling utama, yang tak
seorang pun kecuali engkau, yang telah melihatnya’.
Bhagavadgita XI.48 :
na veda-yajnadhyayanair na danair
na ca kriyabhir na tapobhir ugraih
evam-rupah sakya aham nr-loke
drastum tvad anyena kuru-pravira
na ca kriyabhir na tapobhir ugraih
evam-rupah sakya aham nr-loke
drastum tvad anyena kuru-pravira
Terjemahannya.
Bukan dengan yajña, dengan belajar
Veda ataupun dengan beramal dan dengan upacara ataupun tapa brata, Aku dapat
dilihat dalam rupa ini di dunia manusia oleh siapapun juga, kecuali engkau,
wahai Arjuna’.
Bhagavadgita XI.52 dinyatakan:
su-durdarsham idam rupam
drstavan asi yan mama
deva apy asya rupasya
nityam darshana-kanksinah
drstavan asi yan mama
deva apy asya rupasya
nityam darshana-kanksinah
Terjemahannya.
‘Sungguh sukar melihat rupa-Ku, yang
engkau telah saksikan, sedang para dewa sekalipun ingin untuk dapat menyaksikan
wujud tersebut’.
Bhagavadgita XI.53 :
naham vedair na tapasa
na danena na cejyaya
sakya evam-vidho drastum
drstavan asi mam yatha
na danena na cejyaya
sakya evam-vidho drastum
drstavan asi mam yatha
Terjemahannya.
‘Bukan dengan Veda, bukan dengan
meditasi pun bukan dengan sedekah dan yajña. Aku dapat dilihat seperti cara ini
yang telah engkau lihat Aku’.
Bhagavadgita XI.54 :
bhaktya tv ananyaya sakya
aham evam-vidho ’rjuna
jnatum drastum ca tattvena
pravestum ca parantapa
aham evam-vidho ’rjuna
jnatum drastum ca tattvena
pravestum ca parantapa
Terjemahannya.
’Tetapi, melalui jalan bhakti yang
tak tergoyahkan, Aku dapat dilihat dalam realitasnya dan juga memasukinya,
wahai penakluk musuh (Arjuna)’.
Sebagaimana beberapa pernyataan
sloka-sloka Bhagavadgita di atas,
tidaklah mudah untuk mengetahui atau memahami apa dan siapa Tuhan itu? Ia “Ada”
tetapi tidak memiliki wujud “apa-apa”, Ia tidak memiliki wujud “apa-apa” tetapi
“Ada”. Ia tidak memiliki nama apapun tetapi sekaligus semua nama adalah
nama-Nya. Ia tidak memiliki warna tertentu, tetapi sekaligus Ia dapat dilukis
dengan warna apapun. Ia berada sangat jauh dengan jarak tak terhingga, tetapi
Ia juga ada dalam hati sanubari. Ia adalah Esa atau Eka (Tunggal), tetapi
sekaligus Ia banyak. Dengan demikian, tidak ada kata atau bahasa yang dapat
menjelaskan secara tepat dan sempurna tentang apa dan siapa Tuhan itu. Ada jutaan
manusia dan ribuan bahasa manusia di dunia ini, seriring dengan itu maka akan ada ribuan pula nama Tuhan. Jika ada satu
juta bahasa manusia, maka nama Tuhan akan ada satu juta. Jadi klaim-klaim nama
Tuhan oleh para penganut agama adalah syah-syah saja sebagai wujud cinta kasih
sayang mereka terhadap Tuhan atas iman dan taqwa (sraddha bhakti) yang
dimilikinya. Terlepas dari saling klaim tentang nama Tuhan, semua orang dapat
berhubungan dengan Tuhan tanpa menggunakan nama tertentu. Sebab, Tuhan adalah
Energi yang menopang alam semesta raya ini. Masuk dalam Energi maka kita akan ada
di dalam Tuhan. Tuhan meresapi seluruh partikel alam semesta. Cara ini merupakan
Teologi yang paling modern, ‘sarwa dharma
sama bhawa’ semua dharma atau agama bersumber dari sumber yang sama yaitu
bersumber dari Yang Maha Kuasa (TUHAN).
Namun demikian, sebagai penganut
Hindu tentu punya prinsip-prinsip dasar keimanan dan kebajikan sesuai dengan
kitab suci Veda yang menjadi sumber hukum tertinggi sebagai landasan berpijak
dan arah gerak dalam kehidupan keberagamaan pun dalam menjalani kehidupan
sehari-hari dengan menempat Tuhan sebagai puncak tertinggi dari segala sraddha bhakti-nya, serta arah dan tujuan
yang akan ditujunya. Tanpa harus menghina agama yang lainnya. Dari sumber yang Bindu
Konawe pahami bahwa dalam ajaran Hindu menguraikan bahwa suara OṀ merupakan suara yang paling pertama
ada di bumi ini. OṀ adalah Ibu Bapak dari segala mantra,
puja dan doa-doa yang ucapkan atau dilantunkan. OṀ Tat Sat. OṀ sebagai Tat Sat
melingkupi dan meresapi segala mantra, puja dan doa-doa yang dilakukan oleh
umat Hindu sesuai dengan pedoman yang telah ada, baik itu saat Sandhya, ataupun aktivitas keagamaan dan
keberagamaan yang lainnya. Salam Moderasi Kehidupan Beragama. Unaaha, 23/09/2019-INS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar